Persepsi masyarakat Indonesia terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) cenderung bersifat kompleks dan sering kali diwarnai oleh dialektika antara harapan tinggi sebagai wakil rakyat dan kritik terhadap realitas kinerja.
DPRD, sebagai lembaga perwakilan di tingkat provinsi/kabupaten/kota, memiliki peran vital dalam demokrasi daerah, tetapi citranya di mata publik sering menghadapi tantangan.
Realitas dan Kritik Masyarakat
Meskipun secara formal DPRD memiliki tiga fungsi (legislasi, anggaran, dan pengawasan), fokus masyarakat seringkali tertuju pada beberapa isu yang memengaruhi tingkat kepercayaan:
1. Jarak antara Wakil Rakyat dan Konstituen
* Hanya Aktif saat Pemilu (Skeptisisme): Ada kecenderungan bahwa anggota dewan hanya “dekat” dan menampakkan diri di tengah masyarakat menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) atau Pemilihan Umum (Pemilu) saja. Setelah terpilih, kedekatan dan komunikasi menjadi renggang, sehingga masyarakat merasa tidak terwakili sepenuhnya.
* Formalitas Reses: Meskipun kegiatan Reses (masa kunjungan ke daerah pemilihan untuk menyerap aspirasi) adalah kegiatan wajib, sebagian masyarakat memandang kegiatan ini hanya sebagai formalitas simbolik dan rutinitas administratif, bukan dialog nyata, sehingga aspirasi tidak ditindaklanjuti secara serius.
2. Isu Integritas dan Politik Uang
* Pragmatisme Politik: Kritik yang cukup tajam adalah anggapan bahwa menjadi anggota legislatif (DPRD) dianggap sebagai “pekerjaan” untuk mencari uang dan cepat kaya, alih-alih melayani.
* Politik Uang: Budaya politik uang dan setoran kepada partai disinyalir menjadi faktor yang menyuburkan perilaku pragmatis ini, menyebabkan anggota dewan sulit untuk menjadi wakil rakyat yang “murni” ingin melayani.
3. Kinerja dan Kapasitas
* Janji vs. Kenyataan: Banyak janji yang ditumpahkan saat kampanye tidak sepenuhnya dilaksanakan. Harapan rakyat tinggal harapan karena anggota dewan dinilai belum optimal melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik.
* Lambatnya Tindak Lanjut: Masyarakat sering kecewa karena usulan atau pengaduan (aspirasi) yang disampaikan tidak terealisir atau lambat ditindaklanjuti, yang kemudian melemahkan kepercayaan publik.
Harapan Utama Masyarakat
Terlepas dari kritik, masyarakat tetap menaruh harapan besar kepada DPRD sebagai satu-satunya lembaga yang secara langsung dipilih untuk memperjuangkan kepentingan daerah.
* Fokus pada Kesejahteraan dan Pembangunan Merata: Masyarakat berharap DPRD menggunakan fungsi anggaran dan pengawasan untuk memprioritaskan:
* Pembangunan infrastruktur yang merata.
* Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan.
* Keterbukaan dan Partisipasi Nyata: DPRD harus lebih terbuka dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi masyarakat dalam menyampaikan kritik terhadap kebijakan sangat penting untuk membangun kepercayaan.
* Integritas dan Akuntabilitas: Anggota DPRD diharapkan dapat:
* Menjalankan tugas dengan jujur, peduli, dan berintegritas.
* Menghindari perilaku politik yang arogan, manipulatif, atau melakukan kebohongan publik.
Secara keseluruhan, masyarakat menginginkan DPRD menjadi rumah kebijakan yang hidup dan menjadi jangkar moral yang mampu menyuarakan kepentingan daerah secara adil dan berkelanjutan, bukan sekadar lembaga penampung suara yang bersifat formalitas.
DPRD Di Mata Masyarakat Menurut Rusdi Layong.










